Jumat, 09 Januari 2009

Duka Gaza, Suka Siapa...

Duka Gaza, Suka Siapa...


"Kami akan meningkatkan serangan, sampai kelompok Hamas terlucuti, hingga kedamaian kembali ke kawasan ini." Begitulah tekad Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak, dalam beberapa kesempatan sejak Israel melancarkan gempuran udara-darat-laut ke wilayah Gaza, Sabtu pekan lalu. Hamas terlucuti? Kedamaian kembali?Israel mestinya berkaca pada lembaran-lembaran yang belum usang benar. Pertama, tahun 1982, saat menggempur Beirut. Israel bertekad menghabisi para pejuang pembebasan Palestina (PLO), dengan klaim "hanya dalam beberapa hari". Nyatanya, hingga berpekan-pekan, operasi tak tuntas. PLO malah kian solid. Dan Israel justru dikecam warga dunia, yang hingga kini tak bakal melupakan tragedi pembantaian ribuan pengungsi Palestina, di kamp Sabra dan Satila.Kedua, Juli-Agustus 2006, saat membombardir (lagi-lagi) Beirut dan Lebanon Selatan. Perdana Menteri Ehud Olmert meminta waktu "hanya beberapa hari" untuk menghabisi kelompok Hizbullah. Nyatanya operasi berlangsung lebih sebulan, dan keburu dihentikan oleh resolusi PBB sebelum tujuan tergapai. Hizbullah sendiri, alih-alih lenyap dari bumi Lebanon, malah semakin populer ke seantero jagad. Di Timur Tengah, kelompok ini dianggap berjasa merontokkan "ruh al-istislam" alias jiwa gampang menyerah bangsa Arab saban menghadapi keangkuhan Israel. Apa yang digapai Israel? Tak lain hanya kutukan warga dunia sebagai pembunuh lebih 1.400 warga Lebanon. Di negerinya, Ehud Olmert dikecam habis, karena tak mampu memenuhi janji menghabisi Hizbullah. Seperti lupa berkaca, Israel kini melancarkan gempuran ke Gaza, guna menumpas kelompok Hamas. Ada keraguan, kisah masa lalu tak berulang. Benci atau marah pada Hamas, wujud kelompok ini adalah refleksi dari mayoritas warga Palestina, yang pada pemilu parlemen 2006 memilihnya ketimbang Fatah. Militansi Hamas (yang kemudian dicap Israel sebagai teroris), pun tak bisa lepas dari perlakuan Israel terhadap warga Palestina dalam dua dekade terakhir. Rasanya muskil bagi Israel menghapus Hamas dari bumi Palestina. Lebih lagi dengan mengerahkan kecanggihan senjata, menghadapi roket-roket "rumahan" Hamas. Karena bumi Palestina yang digempur, kelompok Fatah yang dulu membenci pun, kini membela Hamas--hal yang juga dialami Hizbullah saat Israel membombardir Lebanon. Dan, ketika layar kaca atau suratkabar saban hari memamerkan nestapa warga Gaza, bagian dunia mana yang tidak ikut berduka? Israel menjadi sasaran empuk amarah warga dunia, termasuk Indonesia. Krisis dan persoalan dalam negeri sejenak dilupa. Kekejaman Israel dihujat, kenakalan Hamas melontarkan roket dianggap tak mengapa. Akankah Israel bersuka dan kedamaian kembali ke kawasan ini seperti ditekadkan Ehud Barak? Yang terjadi malah sebaliknya. Konflik di kawasan memanas, bahkan bisa merembet jika Israel tak segera menghentikan serangan. Israel rupanya melupakan pengalaman masa lalunya, padahal kerap diingatkan, bahkan oleh para cendekiawan negerinya sendiri. Tragedi holocaust yang kemudian melatari pendirian Israel, mestinya tidak ditimpakan pada warga Palestina. Israel mestinya tidak berdiri di atas prasangka dan ketakutan pada tetangganya, dengan membangun keangkuhan senjata atas nama pertahanan diri. Israel mestinya baik-baik dan memberikan hak hidup yang sama pada tetangganya, seperti pada warganya.

Mauluddin AnwarProduser Liputan 6 Petang